ANALISIS SEMIOTIKA
ROLLAND BARTHES TERHADAP MOTIF MEGAMENDUNG SEBAGAI TEKS MEDIA BATIK
Kusnadi,S.Sn.,M.Ds.,M.Ikom
Dosen Prodi Desain Komunikasi
Visual
Institut Sains Dan
Teknologi Al-Kamal
Jl. Raya Al Kamal No.2 Kedoya Selatan, Kebon Jeruk - Jakarta Barat
Telp: (021) 5811088, 58350692 Fax: (021) 58300105
Jl. Raya Al Kamal No.2 Kedoya Selatan, Kebon Jeruk - Jakarta Barat
Telp: (021) 5811088, 58350692 Fax: (021) 58300105
ABSTRAK
Batik motif Megamendung pada awalnya adalah
sebuah identitas budaya yang sarat dengan nilai-nilai tradisi yang luhur.
Industri budaya telah menambahkan nilai ekonomis dalam batik Megamendung,
sehingga pada perkembangannya menjadi identitas budaya populer. Nilai-nilai
budaya pada batik Megamendung berubah menjadi nilai tukarberupa komoditas yang
penuh dengan perhitungan laba. Fokus Penelitian ini adalah mengungkap makna denotasi, konotasi
dan mitos dari bentuk nilai-nilai tradisi dan nilai-nilai budaya yang sudah
terkomodifikasi pada salah satu Batik Cirebon yang sangat terkenal dalam
konteks motifnya,yaitu batik motif Megamendung dengan metode analisis Semiotika Rolland Barthes. Penelitian ini menyimpulkan
bahwa mitos yang tercipta dari batik motif Megamendung tradisional maupun yang
sudah terkomodifikasi adalah sama, yaitu motif Megamendung merupakan Identitas local
genius budaya Indonesia sebagai bentuk
perwujudan rasa nasionalisme melalui media batik.
Kata Kunci : Motif batik Megamendung, Semiotika,Nasionalisme.
ABSTRACT
Batik Megamendung at first was a cultural identity that is loaded with
values that noble tradition. Culture industry has added economic value in batik
Megamendung, so that in its development into a popular cultural identity.
Cultural values in batik Megamendung turned into a commodity value changes
with full profit calculation. The focus of this study is to reveal the meaning
of denotation, connotation and myth of the shape of the traditional values
and cultural values that have been commodified in one Batik Cirebon very
well known in the context of the motive, namely motif Megamendung with Rolland
Barthes' semiotic analysis method. This study concludes that the myth created
by traditional and Megamendung motif that has commodified is the same, namely the
motive Megamendung an Identity local genius Indonesian culture as an expression
of nationalism through the medium of batik.
Keywords: motif Megamendung, Semiotics, Nationalism.
PENDAHULUAN
Komunikasi dapat terjadi bukan semata-mata melalui
proses bahasa verbal semata, namun dapat dilakukan melalui pesan-pesan dalam
tanda. Hal ini sesuai dengan pendapat Fiske (1990:42) bahwa komunikasi atau
interaksi sosial dapat dilakukan melalui pesan non verbal.
Batik sebagai sebuah artefak budaya merupakan sebuah
bentuk fenomena komunikasi. Budaya dan komunikasi mempunyai hubungan timbal
balik. Edward T. Hall (1959:222), mengatakan bahwa: culture is communication dan communication is culture. Budaya
merupakan bagian dari perilaku komunikasi dan begitupun sebaliknya, komunikasi
pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan, atau mewariskan budaya.
Salah
satu batik yang sangat populer ditinjau dalam konteks motifnya adalah batik Megamendung Cirebon. Batik
Megamendung pada awalnya adalah sebuah identitas budaya yang sarat dengan
nilai-nilai tradisi yang luhur. Pesan artifaktual dalam setiap motifnya
merupakan visualisasi atau wujud dari sistem nilai dan kepercayaan yang berlaku
dalam kebudayaan masyarakat Cirebon. Namun seiring dengan perkembangan zaman,
industri budaya telah menambahkan nilai ekonomis dalam batik Megamendung
tersebut, sehingga pada perkembangannya menjadi sebuah identitas budaya
populer, dan produktivitasnya sangat tergantung dengan trend selera pasar
konsumen. Nilai-nilai budaya pada batik Megamendung berubah menjadi nilai tukar
berupa komoditas yang penuh dengan perhitungan laba. Bentuk nilai-nilai tradisi
dan nilai-nilai budaya pada batik motif Megamendung sudah sedemikian
terkomodifikasi seiring dengan dinamika perubahan masyarakat begitu sangat dinamis.
Batik
Megamendung merupakan bagian dari
kebudayaan yang telah menjadi keseharian masyarakat Indonesia.
Batik Megamendung menjadi
salah satu artefak kultural yang mampu bertahan hidup dalam ruang dan waktu
dari zaman ke zaman hingga kini. Kehadiran
batik yang
pada mulanya sebatas busana tradisional
menjadi bagian dari
produk kultural (ikon lokal) asli
bangsa Indonesia yang mengglobal, dan kini batik motif Megamendung semakin banyak terpapar dengan gaya fashion barat (asing) sehingga mengancam identitas
diri batik
sebagai warisan budaya yang bernilai luhur.
Batik
Megamendung kini kehadirannya sangat khas dan sudah mewakili Cirebon yang
identik dengan keberadaan keraton dan kesultanannya.
Keekslusifan dan kesan kebangsawananya
yang terhormat seolah-olah hadir dalam setiap desain busananya, walaupun
sejatinya batik Megamendung itu sendiri lahir dan tercipta
dari dua tempat yang berbeda yaitu keraton dan masyarakat pesisir. Sebagai sebuah busana, batik mencerminkan hubungan antara produksi dan konsumsi, antara
representasi ideologis dan interpretasi sosial, serta antara kekuatan simbolik
dan kekuatan budaya. Hubungan-hubungan tersebut tampil pada busana batik Megamendung.
Motif
batik Megamendung terus bermetamorfosis dengan desain-desain yang baru,
sehingga mampu mengimbangi perubahan
trend mode tanpa mengurangi makna – makna simbolis yang terkandung didalamnya.
Ia tampil dengan ideologinya yang melekat dan terus ada mendampingi apapun
jenis model dan desainnya.
Salah satu bukti batik Megamendung Cirebon menjadi duta
budaya indonesia di dunia internasional adalah, pada malam Grand Final Miss Universe 2010 yang diselenggarakan di Mandalay Bay
Resort and Casino, Las Vegas, Nevada, Amerika Serikat pada 23 Agustus 2010,
Qory Sandioriva, Puteri
Indonesia 2010 yang mewakili Indonesia mengenakan gaun malam dengan menonjolkan
motif Megamendung Cirebon.
Gambar.1.1. Qory Sandioriva
Motif batik Megamendung juga kini menjadi bagian dari
pilihan rancangan busana perancang-perancang internasional. Seperti pada New York Fashion Week 2009 yang
diselenggarakan di New York, Amerika Serikat. Perancang Nicole Miller
menggunakan motif batik Megamendung dalam Resort Collection 2009. Dan juga London Fashion Week 2010 yang diselenggarakan di London, Inggris.
Perancang Julien Macdonald, desainer Chanel milik sang legendaris Karl
Lagerfeld, menampilkan koleksi spring
summer 2012 dengan menonjolkan motif Megamendung.
Gambar.1.2. Koleksi Nicole Miller
(Sumber: http://female.kompas.com/read/2012/10/14/01563627/Ketika.Batik.Merasuk.di.Industri.
Mode.Amerika)
Gambar.1.3. Koleksi Julien Macdonald
Hal
ini menunjukkan bahwa batik Megamendung makin populer dan sudah menjadi suatu objektika dan secara simbolik memiliki
nilai-nilai historis dari suatu patron budaya Indonesia. Batik Megamendung secara fisik merupakan kulit luar dengan sentuhan
kreatifitas estetis yang di dalamnya memiliki makna-makna simbolik sebagai
penegasan identitas masyarakatnya.
Berbusana
dengan menggunakan batik motif Megamendung bisa
menjadi tanda secara metaforis suatu produk
budaya untuk menunjukkan eksistensi, karakter dan nilai-nilai yang melekat
secara simbolik. Batik merupakan busana pembungkus tubuh yang santun sekaligus menunjukkan
keaslian (genuinitas) sosok seseorang menghargai karya budaya bangsa sendiri. Dalam kaitannya dengan eksistensi,
nilai-nilai, dan karakter, batik Megamendung menawarkan
kearifan lokal yang dinamis untuk menunjukkan dinamisasi simbolik setiap
individu dan masyarakat bangsa Indonesia.
Penulis memperhatikan bahwa motif
Megamendung telah berubah
menjadi produk budaya yang bernilai ekonomis tinggi. Produksi busana batik dengan
motif Megamendung telah menjadi industri budaya yang berkembang memproduksi
komoditas dengan mengikuti trend budaya populer dan selera pasar. Eksistensi
kata populer di setiap budaya sebenarnya mempunyai makna yang kritis dan bersentuhan
dengan kekuasaan. Maka ketika busana batik dengan motif Megamendung tampil untuk
mengekspresikan nilai-nilai budaya yang berbalut Local Genius, itu sesungguhnya sedang terjadi ideologisasi didalam
busana batik Megamendung tersebut. Dan disisi lain tak bisa dipungkiri bahwa
penggunaan komoditas busana batik motif
Megamendung dengan nilai-nilai baru itu tidak lain adalah sebuah bentuk
komodifikasi budaya.
PEMBAHASAN
Kode Hermeneutik, Kode Semantik, Kode Simbolik, Kode Narasi dan Kode
Kebudayaan
Sebagai fenomena Komunikasi, tentu saja motif batik Megamendung memiliki struktur
tertentu seperti halnya bahasa. Struktur
bahasa rupa ornamen motif batik dalam mengkaji sebuah teks motif batik ini,
teks bisa ditafsir atau ditelaah melalui aspek struktural.
a.
Kode Hermeneutik
Kode visual hermeneutik terlihat
pada aspek visual berupa ikon awan yang distylasi sedemikian rupa menjadi
bentuk awan Megamendung. Visualisasi bentuk
garis lengkung yang beraturan secara teratur dari bentuk garis lengkung yang
paling dalam (mengecil) kemudian melebar keluar (membesar) menunjukkan gerak
yang teratur harmonis, ini membawa pesan moral dalam kehidupan manusia yang
selalu berubah (naik dan turun) kemudian berkembang keluar untuk mencari jati
diri (belajar/menjalani kehidupan sosial agama) dan pada akhirnya membawa
dirinya memasuki dunia baru menuju kembali kedalam penyatuan diri setelah
melalui pasang surut (naik dan turun) pada akhirnya kembali ke asalnya
(sunnatullah). Sedangkan susunan warna dari Megamendung itu terdiri dari warna
dasar,warna utama dan warna gradasi. Warna dasar yaitu melambangkan tanah untuk
kehidupan (menurut ajaran islam manusia itu tercipta dari sari patih
tanah.sifat tanah ini membawa kedamaian,adem,tetram). Warna utama yaitu warna
melambangkan cahaya yang sangat terang (cahaya pembawa penunjuk untuk pemimpin)
Cahaya terang ini adalah cahaya yang terpancar dari hati nurani yang membawa ke
pemimpinan yang menerangi dan mengayomi masayarakatnya.sehingga masyarakat
merasa tenang ,tentram,subur dan makmur. Warna gradasi ini adalah sederetan
warna yang mendukung warna utama yang melambangkan keberadaan masayarakat dan
kebudayaanya. Keberadaan masyarakat dari mulai suku,ras,etnik,agama dan
kebudayaan yang berbeda-beda bersatu padu untuk membentuk suatu pemerintahan /kerajaan
(warna utaman). Semua kehidupan masyarakat harus bersatu padu untuk mejaga
persatuan dan kesatuan.
b.
Kode semantik
Kode semantik terlihat pada aspek Identitas local
genius budaya Indonesia yang merupakan bentuk perwujudan konotasi
nasionalisme.
c.
Kode simbolik
Kode simbolik terlihat pada aspek simbol warna gelap pada Megamendung tersebut yang menggambarkan
awan gelap yang mengandung air hujan, pemberi penghidupan, dan warna terang melambangkan
semakin cerahnya kehidupan.
d.
Kode narasi
Kode narasi yaitu
kode yang mengandung cerita terlihat pada aspek garis-garis
awan motif Cina berupa bulatan atau lingkaran merupakan persentuhan budaya Cina dengan seniman batik
Cirebon melahirkan motif batik baru khas Cirebon mengandung cerita tentang
Pernikahan Putri Ong Tien dan Sunan Gunung Jati yang merupakan latar belakang
masuknya budaya dan tradisi Tiongkok atau tradisi Cina ke keraton.
e.
Kode kebudayaan
Kode kebudayaan terlihat pada aspek mitos dan pengetahuan. Mitos awan sebagai dunia
atas, dunia khayangan, tempat
tinggal para dewa memiliki makna sebagai keberkahan. Pada aspek pengetahuan nampak jelas bahwa
struktur Megamendung
terdiri atas pengaruh teks kebudayaan China
yang
luluh menjadi kesatuan bentuk dengan makna utuh, meski masing-masing teks masih
bisa terlihat dengan jelas, bila
dilihat dari namanya Mega
mendung, nama motif ini berasal dari bahasa indonesia, serat dalam etika ajaran
keraton adanya ajaran Hasta
Brata
yang di dalamnya mengajarkan pada sifat dan prilaku luhur sesuai dengan
sifat-sifat alam jagad raya
serta unsur-unsurnya yakni di antaranya Megamendung
(Hendriyana,
2000:53-55). Adapun hadirnya teks
budaya China,
dimungkinkan pula dasar penciptaannya adalah untuk menujukkan bahwa di Cirebon hidup berdampingan secara damai
dengan budaya China
yaitu pada masa pernikahan raja/sunan Gunung
Jati dengan putri kaisar cina yang bernama Nyi Ong
Tien Noi, Beliau adalah istri kedua sunan gunung jati.
Makna Denotasi dan Konotasi Motif Batik Megamendung
Pada tatanan pertama dari penanda Roland Barthes yaitu
tahapan denotasi. Tahapan denotasi pada motif batik Megamendung umumnya
menggambarkan pemandangan alam yang berhubungan dengan mitologi yang dianggap
penting berupa stylasi bentuk Awan.
Awan merupakan gejala alam yang dapat digambarkan menggumpal, bergulung-gulung,
atau berlapis-lapis, yang dapat disederhanakan menjadi garis-garis spiral yang
dinamis. Tekanan warna yang digunakan untuk itu adalah sama.
Ragam hias awan Megamendung disusun dalam berbagai bentuk,
misalnya pola ulang simetri, tanpa pola ulang, pola ulang renggang, pola ulang
penuh dan sebagainya. Dari segi pewarnaan, ada tujuh tingkatan warna
biru-merah: putih, biru muda sekali, biru muda, biru sedang, biru agak tua,
biru tua, biru kehitaman, dan merah. Adapula warna biru-coklat keoranyean
tetapi tanpa tingkatan warna. Ada biru muda, biru sedang, biru agak tua, biru
tua, biru kehitaman.
Sebagai dasar analisis konsep denotasi dan konotasi dalam
pada batik
motif Megamendung bisa ditinjau dari
hal-hal sebagai
berikut :
a.
Nilai Penampilan (appearance)
atau nilai wujud yang melahirkan benda seni. Nilai ini terdiri dari nilai
bentuk dan nilai struktur. Nilai bentuk yang bisa dilihat secara visual adalah
motif megamendung dalam sebuah kain yang indah terlepas dari penggunaan bahan
berupa kain katun atau kain sutera. Sementara dalam nilai struktur adalah
dihasilkan dari bentuk-bentuk yang disusun begitu rupa berdasarkan nilai
esensial. Bentuk-bentuk tersebut berupa garis-garis lengkung yang disusun
beraturan dan tidak terputus saling bertemu.
b.
Nilai Isi (Content)
yang dapat terdiri atas nilai pengetahuan (kognisi), nilai rasa, intuisi atau
bawah sadar manusia, nilai gagasan, dan nilai pesan atau nilai hidup (values)
yang dapat terdiri dari atas moral, nilai sosial, nilai religi, dan lain-lain. Pada bentuk Megamendung
bisa kita lihat garis lengkung yang beraturan secara teratur dari bentuk garis
lengkung yang paling dalam (mengecil) kemudian melebar keluar (membesar)
menunjukkan gerak yang teratur harmonis. Garis lengkung yang beraturan ini membawa pesan moral dalam
kehidupan manusia yang selalu berubah (naik dan turun) kemudian berkembang
keluar untuk mencari jati diri (belajar/menjalani kehidupan sosial agama) dan
pada akhirnya membawa dirinya memasuki dunia baru menuju kembali kedalam
penyatuan diri setelah melalui pasang surut (naik dan turun) pada akhirnya
kembali ke asalnya (sunnatullah).
c.
Nilai Pengungkapan (presentation) yang dapat
menunjukkan adanya nilai bakat pribadi seseorang, nilai ketrampilan, dan nilai
medium yang dipakainya. Ungkapan yang ditampilkan oleh senimannya berupa proses
batik yang begitu indah. Paduan
unsur warna yang harmonis dengan penuh makna bagi siapa yang melihatnya. Unsur
warna biru yang kita kenal dengan melambangkan warna langit yang begitu luas,
bersahabat dan tenang.
Tabel 1. Denotasi dan Konotasi Motif
Batik Megamendung
(Nilai-Nilai Tradisi)
No
|
Teks Media Batik
|
Ciri Denotasi
|
Interpretasi Konotasi
|
1a
1b
|
|
- Warna-warna dominan batik klasik tradisional biasanya memiliki warna biru tua atau berwarna merah tua, hitam dengan Bagian latar warna hitam dengan warna garis pada motif utamanya adalah biru.
- Batik klasik tradisional cenderung memilih sebagian latar kainnya dibiarkan kosong tanpa diisi
dengan ragam hias berbentuk tanahan atau rentesan.
- Tata warna Batik klasik tradisional
dengan teknik “babaran”,menampilkan warna dasar merah
atau hitam. Sedangkan motifnya berwarna merah, biru, kehitaman.
|
- Warna biru
tua motif Megamendung tersebut menggambarkan awan gelap yang mengandung air
hujan, pemberi penghidupan.
- Warna biru
muda motif Megamendung melambangkan semakin cerahnya kehidupan. ( Komarudin Kudiya).
- Motif pada
kain batik tersebut termasuk
dalam kategori jenis babaran biron. karakter motifnya kebiruan sebagai simbol penjaga kedamaian dan pelaku
kebajikan (Taylor Hartman, 2004:117).
|
Tabel 2. Denotasi dan Konotasi Motif
Batik Megamendung
(Nilai-Nilai Terkomodifikasi)
No
|
Teks Media Batik
|
Ciri Denotasi
|
Interpretasi Konotasi
|
1
|
|
- Gaun malam yang dikenakan Qory tersebut didominasi dengan
warna perak pada bagian dasar kain yang terbuat dari material bahan tenun
lame.
- Pada permukaan
kainnya dihias dengan motif Megamendung yang di rangkai dari
mote berwarna perak kebiruan, biru muda, dan biru tua yang jumlahnya kurang
lebih 3 (tiga) kilogram yang diaplikasikan pada kain dengan teknik pengerjaan
tangan.
|
- Warna biru
tua motif Megamendung tersebut menggambarkan awan gelap yang mengandung air
hujan, pemberi penghidupan.
- Warna biru
muda motif Megamendung pada busana tersebut
melambangkan
semakin cerahnya kehidupan. Pada motif ini dapat dilihat baik dalam bentuk
maupun warnanya bergaya selera cina (Komarudin Kudiya).
- Motif
pada kain batik tersebut termasuk dalam kategori jenis
babaran biron. karakter motifnya kebiruan sebagai simbol penjaga kedamaian dan pelaku
kebajikan (Taylor Hartman, 2004:117).
|
No
|
Teks Media Batik
|
Ciri Denotasi
|
Interpretasi Konotasi
|
2
|
|
- Gaun spring summer yang dikenakan model tersebut didominasi dengan
warna putih.
- Pada bagian
dasar kain yang pada permukaan kainnya dihias dengan motif Megamendung yang didominasi kebiruan, biru muda, dan biru tua dengan
posisi yang bebas ( vertikal dan horisontal).
|
- Warna biru
tua motif Megamendung tersebut menggambarkan awan gelap yang mengandung air
hujan, pemberi penghidupan.
- Warna biru
muda motif Megamendung pada busana tersebut
melambangkan
semakin cerahnya kehidupan. Pada motif ini dapat dilihat baik dalam bentuk
maupun warnanya bergaya selera cina (Komarudin Kudiya).
- Motif
pada kain batik tersebut termasuk dalam kategori jenis
babaran biron. karakter motifnya kebiruan sebagai simbol penjaga kedamaian dan pelaku
kebajikan (Taylor Hartman, 2004:117).
|
No
|
Teks Media Batik
|
Ciri Denotasi
|
Interpretasi Konotasi
|
3a
3b
|
|
- Gaun Resort Collection yang dikenakan model tersebut didominasi dengan latar
warna hijau pada bagian dasar kain yang pada permukaan
kainnya dihias dengan motif Megamendung yang didominasi merah.
- Gaun Resort Collection yang dikenakan model tersebut didominasi dengan biru
tua pada bagian dasar kain yang pada permukaan kainnya dihias dengan motif tunggal Megamendung dengan pewarnaan
bloking perpaduan ungu, biru muda kehijauan dan putih.
|
Warna merah pada
motif Megamendung tersebut termasuk dalam kategori jenis
babaran abang. Karakter
merah menggambarkan
simbol
pengguna kekuasaan (Taylor
Hartman, 2004: 67).
- Motif
pada kain batik tersebut termasuk dalam kategori jenis
babaran biron. karakter motifnya didominasi kebiruan sebagai simbol penjaga kedamaian dan pelaku
kebajikan (Taylor Hartman, 2004: 117).
|
Dari analisis diatas maka dapat
ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut,
Denotasi dan Konotasi Motif Batik Megamendung (Nilai-Nilai
Tradisi) :
- Denotasi : Motif
tradisional Megamendung masih mengapilkasikan
batik tulis. Bentuk dan warna motif ini mencirikan ada percampuran/pengaruh budaya China sebagai karya
ekspresi komunal kedaerahan yang terwujud dalam karya visual (artefak) budaya
Cirebon.
- Konotasi : Motif
Megamendung sebagai identitas karya lokal (Local Genius) daerah Cirebon yang melambangkan
pembawa hujan yang di nanti-nantikan sebagai pembawa kesuburan, dan pemberi
kehidupan, dominasi warna biru tua menggambarkan awan gelap yang mengandung air
hujan, pemberi penghidupan, sedangkan warna biru muda melambangkan semakin
cerahnya kehidupan dan warnar merah menggambarkan simbol
pengguna kekuasaan (Kesultanan
Keraton Cirebon).
Denotasi dan Konotasi Motif Batik Megamendung (Sudah Terkomodifikasi):
- Denotasi : Pewarnaan motif Megamendung lebih beraneka warna dan menggunakan unsur-unsur warna yang
lebih terang dan cerah, serta memiliki bentuk ragam hias yang tidak
mengapilkasikan teknik batik tulis.
- Konotasi : Motif Megamendung sebagai
identitas karya lokal (Local Genius) daerah Cirebon yang melambangkan
pembawa hujan yang di nanti-nantikan sebagai pembawa kesuburan, dan pemberi
kehidupan, dominasi warna biru tua menggambarkan awan gelap yang mengandung air
hujan, pemberi penghidupan, sedangkan warna biru muda melambangkan semakin
cerahnya kehidupan dan warna merah menggambarkan simbol
pengguna kekuasaan (Kesultanan
Keraton Cirebon).
Mitos Pada Motif
Motif Batik Megamendung
Tahap
Mitos yaitu tatanan ketiga dalam peta mitos Roland barthes, yaitu merupakan
denotasi dari tatanan kedua. Dari uraian denotasi dan konotasi diatas dapat
dilihat dalam tabel Mitos berikut:
Tabel 3. Tabel
Mitos Roland Barthes Batik Motif Megamendung
(Nilai-Nilai Tradisi)
1.Signifier (Penanda)
Motif Megamendung dengan teknik batik tulis bentuk awan – awanan tata warna babaran
tradisional.
|
2.Signified (Petanda)
Motif
Megamendung sebagai Identitas batik karya lokal (Local Genius) daerah Cirebon
|
|
3.Denotatif Sign (Tanda Denotatif)
- Pemandangan
alam berupa stylasi bentuk Awan.
- Awan sebagai gejala alam yang digambarkan
menggumpal,
bergulung-gulung, atau berlapis
dengan
perwujudan sesuai aslinya.
lapis.
|
||
I.
Connotative Signifier (Penanda Konotatif)
- Bentuk awan merupakan simbol dunia luas, bebas,
dan
transenden.
- Pembawa hujan yang di nanti-natikan sebagai
pembawa
kesuburan, dan pemberi kehidupan.
|
II. Connotative Signified ( Petanda konotatif)
- Menunjukan
status sosial, anggun, wibawa dan sebagai simbol filosofi keraton kesultana Cirebon sebagai Identitas local
genius ( budaya lokal).
|
|
III. Connotative Sign (Tanda Konotatif)
Motif Megamendung adalah Identitas local genius budaya Cirebon yang
mewakili Indonesia sebagai bentuk
perwujudan nasionalisme melalui media busana batik.
|
Tabel 4. Tabel
Mitos Roland Barthes Batik Motif Megamendung
(Sudah Terkomodifikasi)
1.Signifier (Penanda)
Motif Megamendung dengan teknik kontemporer (cetak
dll), bentuk awan – awanan dengan tata warna yang bebas dan modern.
|
2.Signified (Petanda)
Motif
Megamendung sebagai Identitas batik karya lokal (Local Genius) daerah Cirebon
|
|
3.Denotatif Sign (Tanda Denotatif)
- Pemandangan
alam berupa stylasi bentuk Awan.
- Awan sebagai gejala alam yang digambarkan
menggumpal,
bergulung-gulung, atau berlapis
dengan
perwujudan sudah terstylasi dengan bentuk-
bentuk
kontemporer.
|
||
I.
Connotative Signifier (Penanda Konotatif)
- Bentuk awan merupakan simbol dunia luas, bebas,
dan
transenden.
- Pembawa hujan yang di nanti-natikan sebagai
pembawa
kesuburan, dan pemberi kehidupan.
|
II. Connotative Signified ( Petanda konotatif)
- Menunjukan
status sosial, anggun, wibawa dan sebagai simbol filosofi keraton kesultana Cirebon sebagai Identitas local
genius ( budaya lokal).
|
|
III. Connotative Sign (Tanda Konotatif)
Motif Megamendung adalah Identitas local genius budaya Cirebon yang mewakili Indonesia sebagai bentuk perwujudan
nasionalisme melalui media busana batik.
|
Berdasarkan tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa mitos
yang dihasilkan oleh motif batik Megamendung klasik Tradisional maupun yang
sudah terkomodifikasi adalah menunjukan status sosial, anggun, wibawa dan ragam hias tersebut melambangkan simbol filosofi keraton kesultana Cirebon sebagai Identitas local
genius budaya Indonesia yang merupakan bentuk perwujudan nasionalisme.
Pada tatanan ini mitos tersebut merupakan denotasi
tatanan kedua, dan konotasinya adalah ideologi. Dalam motif batik Megamendung,
ideologi atau konotasi dari mitos merupakan bentuk rasa nasionalisme
sebagai wujud ketahanan budaya identitas karya lokal (Local
Genius) daerah Cirebon. Dan batik
motif Megamendung merupakan
kekayaan budaya nasional yang harus
dipertahankan, sebagai bagian dari rasa nasionalisme.
Kapitalisme dalam motif batik Megamendung terlihat dari pemakaian
kain batik yang semula dipandang sebagai salah satu unsur busana tradisional dengan teknik batik tulisnya (sebagai
salah satu sarana kegiatan ritual, seremonial, dan merupakan simbol status sosial),
kini setelah terkomodifikasi bergeser hingga
difungsikan menjadi komoditas untuk
berbagai pemenuhan kebutuhan
pasar tanpa
memperhatikan fungsi didalamnya
dengan masuknya
peran modal (industri) dengan tujuan
mengeruk keuntungan/laba.
Jadi terdapat dua asumsi
pandangan ideologi, yaitu: Nasionalisme dan Kapitalisme.
Di bawah ini adalah skema temuan penelitian pembahasan
mitos nilai-nilai budaya tradisional dan nilai terkomodifikasi pada motif batik
Megamendung:
Diagram 1.1. Skema Temuan
Penelitian
PENUTUP
Hasil analisis motif batik Megamendung ini
menunjukkan bahwa :
- Makna denotasi motif batik Megamendung ( nilai-nilai tradisi) masih mengapilkasikan batik tulis, bentuk dan tata warna
motif ini mencirikan ada percampuran/pengaruh budaya China sebagai karya ekspresi komunal
kedaerahan yang terwujud dalam karya visual (artefak) budaya Cirebon.
- Makna denotasi motif batik Megamendung ( sudah terkomodifikasi) sudah mengalami perubahan warna dengan menggunakan unsur-unsur warna yang
lebih terang dan cerah, serta memiliki bentuk ragam hias yang tidak
mengapilkasikan teknik batik tulis.
- Makna Konotasi motif batik Megamendung ( nilai-nilai tradisi) dan motif batik
Megamendung ( sudah terkomodifikasi) mempunyai kesamaan makna yaitu sebagai identitas karya lokal (Local Genius) daerah Cirebon yang
melambangkan pembawa hujan yang di nanti-nantikan sebagai pembawa kesuburan, dan
pemberi kehidupan, dominasi warna biru tua menggambarkan awan gelap yang mengandung
air hujan, pemberi penghidupan, sedangkan warna biru muda melambangkan semakin
cerahnya kehidupan dan warna merah menggambarkan simbol
pengguna kekuasaan (Kesultanan
Keraton Cirebon).
-
Mitos yang tercipta dari motif batik
Megamendung ( nilai-nilai tradisi) dan motif batik Megamendung ( sudah terkomodifikasi)
merupakan praktek budaya yaitu bahwa batik motif Megamendung adalah
Identitas local genius budaya
Indonesia yang merupakan bentuk perwujudan rasa nasionalisme melalui media
batik.
Batik motif Megamendung pada awalnya adalah
sebuah identitas
budaya lokal dengan
segala sistem nilai tradisinya, kini
batik
motif Megamendung menjadi entitas budaya populer yang melakukan
penyesuaian terhadap industri
budaya dan tunduk pada
mekanisme pasar..
Pemakaian kain batik yang semula dipandang
sebagai salah satu unsur busana tradisional dengan teknik batik tulisnya (sebagai
salah satu sarana kegiatan ritual, seremonial, dan merupakan simbol status sosial),
kini setelah terkomodifikasi bergeser hingga difungsikan
menjadi komoditas untuk
berbagai pemenuhan kebutuhan
pasar tanpa
memperhatikan fungsi didalamnya
dengan masuknya
peran modal (industri) dengan tujuan
mengeruk keuntungan/laba, hal itu merupakan suatu cara kapitalisme dalam
mencapai tujuannya yaitu mengakumulasi kapital dan nilai melalui transformasi
dari pengguna nilai-nilai budaya kedalam nilai tukar. Jadi
terdapat dua asumsi pandangan ideologi, yaitu: Nasionalisme dan Kapitalisme.
DAFTAR PUSTAKA
-
Bernard, Malcolm.(1996). Fashion Sebagai Komunikasi.Jalasutra. Yogyakarta.
-
Casta, Taruna.(2008). Baatik Cirebon- Sebuah Pengantar Apresiasi, Motif dan Makna Simboliknya. Bakombudpar. Cirebon.
-
Hoed, Benny.(2011). Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Komunitas Bambu. Jakarta.
-
Hamzah,
Pangeran Raja Moch.(2011). Sejarah Berdirinya Kesultanan Kanoman Cirebon. Cirebon Media.Cirebon.
-
Dofa , Anesia Aryunda.(1996). Batik Indonesia. PT. Golden Terayon Press. Jakarta .
-
Kudiya, Komarudin.(2011). Batik – Eksistensi Untuk Tradisi. ITB Press. Bandung.
-
Maleong, Lexy J.(2008). Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosda Karya. Bandung.
-
Poerwandari, E. Kristi.(1998). Metode Penelitian Sosial. Universitas
Terbuka. Jakarta.
-
Ph.
D, Pawito. (2007). Penelitian
Komuniasi
Kualitatif.
LK iS Yogya
karta. Yogya karta.
-
Sobur, Alex . (2002). Analisis Teks Media
Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Remaja
Rosdakarya. Bandung.
-
http://puteri-indonesia.com/2014/qory-menuju-grand-final-miss-universe-2010.html (Diakses pada Tanggal 10 Juni 2014 )
-
http://female.kompas.com/read/2012/10/14/01563627/Ketika.Batik.Merasuk.di.Industri.Mode.Amerika(Diakses pada Tanggal 10 Juni 2014 )