Selasa, 08 Mei 2018

ANALISIS SEMIOTIKA ROLLAND BARTHES TERHADAP MOTIF MEGAMENDUNG SEBAGAI TEKS MEDIA BATIK


ANALISIS SEMIOTIKA ROLLAND BARTHES TERHADAP MOTIF MEGAMENDUNG SEBAGAI TEKS MEDIA BATIK
Kusnadi,S.Sn.,M.Ds.,M.Ikom

Dosen Prodi Desain Komunikasi Visual
Institut Sains Dan Teknologi Al-Kamal
Jl. Raya Al Kamal No.2 Kedoya Selatan, Kebon Jeruk
- Jakarta Barat
Telp: (021) 5811088, 58350692
 Fax: (021) 58300105
ABSTRAK
Batik motif Megamendung pada awalnya adalah sebuah identitas budaya yang sarat dengan nilai-nilai tradisi yang luhur. Industri budaya telah menambahkan nilai ekonomis dalam batik Megamendung, sehingga pada perkembangannya menjadi identitas budaya populer. Nilai-nilai budaya pada batik Megamendung berubah menjadi nilai tukarberupa komoditas yang penuh dengan perhitungan laba. Fokus Penelitian  ini adalah mengungkap makna denotasi, konotasi dan mitos dari bentuk nilai-nilai tradisi dan nilai-nilai budaya yang sudah terkomodifikasi pada salah satu Batik Cirebon yang sangat terkenal dalam konteks motifnya,yaitu batik motif Megamendung dengan metode analisis  Semiotika Rolland Barthes. Penelitian ini menyimpulkan bahwa mitos yang tercipta dari batik motif Megamendung tradisional maupun yang sudah terkomodifikasi adalah sama, yaitu  motif Megamendung merupakan Identitas local genius budaya Indonesia sebagai  bentuk perwujudan rasa nasionalisme melalui media batik. 
Kata Kunci : Motif batik Megamendung, Semiotika,Nasionalisme.
ABSTRACT
Batik Megamendung at first was a cultural identity that is loaded with values that noble tradition. Culture industry has added economic value in batik Megamendung, so that in its development into a popular cultural identity. Cultural values ​​in batik Megamendung turned into a commodity value changes with full profit calculation. The focus of this study is to reveal the meaning of denotation, connotation and myth of the shape of the traditional values ​​and cultural values ​​that have been commodified in one Batik Cirebon very well known in the context of the motive, namely motif Megamendung with Rolland Barthes' semiotic analysis method. This study concludes that the myth created by traditional and Megamendung motif that has commodified is the same, namely the motive Megamendung an Identity local genius Indonesian culture as an expression of nationalism through the medium of batik.
Keywords: motif Megamendung, Semiotics, Nationalism.



PENDAHULUAN

Komunikasi dapat terjadi bukan semata-mata melalui proses bahasa verbal semata, namun dapat dilakukan melalui pesan-pesan dalam tanda. Hal ini sesuai dengan pendapat Fiske (1990:42) bahwa komunikasi atau interaksi sosial dapat dilakukan melalui pesan non verbal.
Batik sebagai sebuah artefak budaya merupakan sebuah bentuk fenomena komunikasi. Budaya dan komunikasi mempunyai hubungan timbal balik. Edward T. Hall (1959:222), mengatakan bahwa: culture is communication dan communication is culture. Budaya merupakan bagian dari perilaku komunikasi dan begitupun sebaliknya, komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan,  atau mewariskan budaya.
Salah satu batik yang sangat populer ditinjau dalam konteks motifnya adalah batik Megamendung Cirebon. Batik Megamendung pada awalnya adalah sebuah identitas budaya yang sarat dengan nilai-nilai tradisi yang luhur. Pesan artifaktual dalam setiap motifnya merupakan visualisasi atau wujud dari sistem nilai dan kepercayaan yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat Cirebon. Namun seiring dengan perkembangan zaman, industri budaya telah menambahkan nilai ekonomis dalam batik Megamendung tersebut, sehingga pada perkembangannya menjadi sebuah identitas budaya populer, dan produktivitasnya sangat tergantung dengan trend selera pasar konsumen. Nilai-nilai budaya pada batik Megamendung berubah menjadi nilai tukar berupa komoditas yang penuh dengan perhitungan laba. Bentuk nilai-nilai tradisi dan nilai-nilai budaya pada batik motif Megamendung sudah sedemikian terkomodifikasi seiring dengan dinamika perubahan masyarakat  begitu sangat dinamis.
Batik Megamendung merupakan bagian dari  kebudayaan yang  telah  menjadi keseharian masyarakat Indonesia. Batik Megamendung menjadi salah satu artefak kultural yang mampu bertahan hidup dalam ruang dan waktu dari zaman ke zaman hingga kini. Kehadiran batik yang pada mulanya sebatas busana tradisional  menjadi bagian dari produk kultural (ikon lokal) asli bangsa Indonesia yang mengglobal, dan kini batik motif Megamendung semakin banyak terpapar dengan gaya fashion barat (asing) sehingga mengancam  identitas diri batik sebagai warisan budaya yang bernilai luhur.
Batik Megamendung kini kehadirannya sangat khas dan sudah mewakili Cirebon yang identik dengan keberadaan keraton dan kesultanannya. Keekslusifan dan kesan kebangsawananya yang terhormat seolah-olah hadir dalam setiap desain busananya, walaupun sejatinya batik Megamendung itu sendiri lahir dan  tercipta  dari dua tempat yang berbeda yaitu keraton dan masyarakat pesisir. Sebagai sebuah busana, batik mencerminkan hubungan antara produksi dan konsumsi, antara representasi ideologis dan interpretasi sosial, serta antara kekuatan simbolik dan kekuatan budaya. Hubungan-hubungan tersebut tampil pada busana batik Megamendung.

Motif batik Megamendung terus bermetamorfosis dengan desain-desain yang baru, sehingga  mampu mengimbangi perubahan trend mode tanpa mengurangi makna – makna simbolis yang terkandung didalamnya. Ia tampil dengan ideologinya yang melekat dan terus ada mendampingi apapun jenis model dan desainnya.
Salah satu bukti batik Megamendung Cirebon menjadi duta budaya indonesia di dunia internasional adalah, pada malam Grand Final Miss Universe 2010 yang diselenggarakan di Mandalay Bay Resort and Casino, Las Vegas, Nevada, Amerika Serikat pada 23 Agustus 2010, Qory Sandioriva, Puteri Indonesia 2010 yang mewakili Indonesia mengenakan gaun malam dengan menonjolkan motif Megamendung  Cirebon.
Gambar.1.1. Qory Sandioriva

 Motif batik Megamendung juga kini menjadi bagian dari pilihan rancangan busana perancang-perancang internasional. Seperti pada New York Fashion Week 2009 yang diselenggarakan di New York, Amerika Serikat. Perancang Nicole Miller menggunakan motif batik Megamendung dalam Resort Collection 2009. Dan juga London Fashion Week 2010 yang diselenggarakan di London, Inggris. Perancang Julien Macdonald, desainer Chanel milik sang legendaris Karl Lagerfeld, menampilkan koleksi spring summer 2012 dengan menonjolkan motif Megamendung.

Gambar.1.2. Koleksi Nicole Miller
Gambar.1.3. Koleksi Julien Macdonald

Hal ini menunjukkan bahwa batik Megamendung makin populer dan sudah menjadi suatu objektika dan secara simbolik  memiliki nilai-nilai historis dari suatu patron budaya Indonesia. Batik Megamendung secara fisik merupakan kulit luar dengan sentuhan kreatifitas estetis yang di dalamnya memiliki makna-makna simbolik sebagai penegasan identitas masyarakatnya. 
Berbusana dengan menggunakan batik motif Megamendung bisa menjadi tanda secara metaforis suatu produk budaya untuk menunjukkan eksistensi, karakter dan nilai-nilai yang melekat secara simbolik. Batik merupakan busana pembungkus  tubuh yang santun sekaligus menunjukkan keaslian (genuinitas) sosok seseorang menghargai karya budaya bangsa sendiri. Dalam kaitannya dengan eksistensi, nilai-nilai, dan karakter, batik Megamendung menawarkan kearifan lokal yang dinamis untuk menunjukkan dinamisasi simbolik setiap individu dan masyarakat bangsa Indonesia.
Penulis memperhatikan bahwa motif  Megamendung telah berubah menjadi produk budaya yang bernilai ekonomis tinggi. Produksi busana batik dengan motif Megamendung telah menjadi industri budaya yang berkembang memproduksi komoditas dengan mengikuti trend budaya populer dan selera pasar.  Eksistensi kata populer di setiap budaya sebenarnya mempunyai makna yang kritis dan  bersentuhan dengan kekuasaan. Maka ketika busana batik dengan motif Megamendung tampil untuk mengekspresikan nilai-nilai budaya yang berbalut Local Genius, itu sesungguhnya sedang terjadi ideologisasi didalam busana batik Megamendung tersebut. Dan disisi lain tak bisa dipungkiri bahwa penggunaan komoditas  busana batik motif Megamendung dengan nilai-nilai baru itu tidak lain adalah sebuah bentuk komodifikasi budaya.

PEMBAHASAN

Kode Hermeneutik, Kode Semantik, Kode Simbolik, Kode Narasi dan Kode Kebudayaan

Sebagai fenomena Komunikasi, tentu saja motif batik Megamendung memiliki struktur tertentu seperti halnya bahasa. Struktur bahasa rupa ornamen motif batik dalam mengkaji sebuah teks motif batik ini, teks bisa ditafsir atau ditelaah melalui aspek struktural.
a.                  Kode Hermeneutik
Kode visual hermeneutik terlihat pada aspek visual berupa ikon awan yang distylasi sedemikian rupa menjadi bentuk awan Megamendung. Visualisasi bentuk garis lengkung yang beraturan secara teratur dari bentuk garis lengkung yang paling dalam (mengecil) kemudian melebar keluar (membesar) menunjukkan gerak yang teratur harmonis, ini membawa pesan moral dalam kehidupan manusia yang selalu berubah (naik dan turun) kemudian berkembang keluar untuk mencari jati diri (belajar/menjalani kehidupan sosial agama) dan pada akhirnya membawa dirinya memasuki dunia baru menuju kembali kedalam penyatuan diri setelah melalui pasang surut (naik dan turun) pada akhirnya kembali ke asalnya (sunnatullah). Sedangkan susunan warna dari Megamendung itu terdiri dari warna dasar,warna utama dan warna gradasi. Warna dasar yaitu melambangkan tanah untuk kehidupan (menurut ajaran islam manusia itu tercipta dari sari patih tanah.sifat tanah ini membawa kedamaian,adem,tetram). Warna utama yaitu warna melambangkan cahaya yang sangat terang (cahaya pembawa penunjuk untuk pemimpin) Cahaya terang ini adalah cahaya yang terpancar dari hati nurani yang membawa ke pemimpinan yang menerangi dan mengayomi masayarakatnya.sehingga masyarakat merasa tenang ,tentram,subur dan makmur. Warna gradasi ini adalah sederetan warna yang mendukung warna utama yang melambangkan keberadaan masayarakat dan kebudayaanya. Keberadaan masyarakat dari mulai suku,ras,etnik,agama dan kebudayaan yang berbeda-beda bersatu padu untuk membentuk suatu pemerintahan /kerajaan (warna utaman). Semua kehidupan masyarakat harus bersatu padu untuk mejaga persatuan dan kesatuan.
b.                  Kode semantik
Kode semantik terlihat pada aspek Identitas local genius budaya Indonesia yang merupakan bentuk perwujudan konotasi nasionalisme. 
c.                  Kode simbolik
Kode simbolik terlihat pada aspek simbol warna gelap pada Megamendung tersebut yang menggambarkan awan gelap yang mengandung air hujan, pemberi penghidupan, dan warna terang melambangkan semakin cerahnya kehidupan.
d.                 Kode narasi
Kode narasi yaitu kode yang mengandung cerita terlihat pada aspek  garis-garis awan motif Cina berupa bulatan atau lingkaran merupakan  persentuhan budaya Cina dengan seniman batik Cirebon melahirkan motif batik baru khas Cirebon mengandung cerita tentang Pernikahan Putri Ong Tien dan Sunan Gunung Jati yang merupakan latar belakang masuknya budaya dan tradisi Tiongkok atau tradisi Cina ke keraton.

e.                  Kode kebudayaan
Kode kebudayaan terlihat pada aspek mitos dan pengetahuan. Mitos awan sebagai dunia atas, dunia khayangan, tempat tinggal para dewa memiliki makna sebagai keberkahan. Pada aspek pengetahuan nampak jelas bahwa struktur Megamendung terdiri atas pengaruh teks kebudayaan China  yang luluh menjadi kesatuan bentuk dengan makna utuh, meski masing-masing teks masih bisa terlihat dengan jelas, bila dilihat dari namanya Mega mendung, nama motif ini berasal dari bahasa indonesia, serat dalam etika ajaran keraton adanya ajaran Hasta Brata yang di dalamnya mengajarkan pada sifat dan prilaku luhur sesuai dengan sifat-sifat alam jagad raya serta unsur-unsurnya yakni di antaranya Megamendung (Hendriyana, 2000:53-55).  Adapun hadirnya teks budaya China, dimungkinkan pula dasar penciptaannya adalah untuk menujukkan bahwa di Cirebon hidup berdampingan secara damai dengan budaya China yaitu pada masa pernikahan raja/sunan Gunung Jati dengan putri kaisar cina yang bernama Nyi Ong Tien Noi, Beliau adalah istri kedua sunan gunung jati.
Makna Denotasi dan Konotasi Motif Batik Megamendung
Pada tatanan pertama dari penanda Roland Barthes yaitu tahapan denotasi. Tahapan denotasi pada motif batik Megamendung umumnya menggambarkan pemandangan alam yang berhubungan dengan mitologi yang dianggap penting berupa stylasi bentuk Awan. Awan merupakan gejala alam yang dapat digambarkan menggumpal, bergulung-gulung, atau berlapis-lapis, yang dapat disederhanakan menjadi garis-garis spiral yang dinamis. Tekanan warna yang digunakan untuk itu adalah sama.
Ragam hias awan Megamendung disusun dalam berbagai bentuk, misalnya pola ulang simetri, tanpa pola ulang, pola ulang renggang, pola ulang penuh dan sebagainya. Dari segi pewarnaan, ada tujuh tingkatan warna biru-merah: putih, biru muda sekali, biru muda, biru sedang, biru agak tua, biru tua, biru kehitaman, dan merah. Adapula warna biru-coklat keoranyean tetapi tanpa tingkatan warna. Ada biru muda, biru sedang, biru agak tua, biru tua, biru kehitaman.
Sebagai dasar analisis konsep denotasi dan konotasi dalam pada batik motif Megamendung bisa ditinjau  dari hal-hal  sebagai berikut :
a.                  Nilai Penampilan (appearance) atau nilai wujud yang melahirkan benda seni. Nilai ini terdiri dari nilai bentuk dan nilai struktur. Nilai bentuk yang bisa dilihat secara visual adalah motif megamendung dalam sebuah kain yang indah terlepas dari penggunaan bahan berupa kain katun atau kain sutera. Sementara dalam nilai struktur adalah dihasilkan dari bentuk-bentuk yang disusun begitu rupa berdasarkan nilai esensial. Bentuk-bentuk tersebut berupa garis-garis lengkung yang disusun beraturan dan tidak terputus saling bertemu.
b.                  Nilai Isi (Content) yang dapat terdiri atas nilai pengetahuan (kognisi), nilai rasa, intuisi atau bawah sadar manusia, nilai gagasan, dan nilai pesan atau nilai hidup (values) yang dapat terdiri dari atas moral, nilai sosial, nilai religi, dan lain-lain. Pada bentuk Megamendung bisa kita lihat garis lengkung yang beraturan secara teratur dari bentuk garis lengkung yang paling dalam (mengecil) kemudian melebar keluar (membesar) menunjukkan gerak yang teratur harmonis. Garis lengkung yang beraturan ini membawa pesan moral dalam kehidupan manusia yang selalu berubah (naik dan turun) kemudian berkembang keluar untuk mencari jati diri (belajar/menjalani kehidupan sosial agama) dan pada akhirnya membawa dirinya memasuki dunia baru menuju kembali kedalam penyatuan diri setelah melalui pasang surut (naik dan turun) pada akhirnya kembali ke asalnya (sunnatullah).
c.                  Nilai Pengungkapan (presentation) yang dapat menunjukkan adanya nilai bakat pribadi seseorang, nilai ketrampilan, dan nilai medium yang dipakainya. Ungkapan yang ditampilkan oleh senimannya berupa proses batik yang begitu indah. Paduan unsur warna yang harmonis dengan penuh makna bagi siapa yang melihatnya. Unsur warna biru yang kita kenal dengan melambangkan warna langit yang begitu luas, bersahabat dan tenang.










Tabel  1. Denotasi dan Konotasi Motif Batik Megamendung
(Nilai-Nilai Tradisi) 


No

Teks Media Batik

Ciri Denotasi

Interpretasi Konotasi
1a












1b
 
- Warna-warna dominan batik klasik tradisional biasanya memiliki warna biru tua atau berwarna merah tua, hitam dengan Bagian latar warna hitam dengan warna garis pada motif utamanya adalah biru.
- Batik klasik tradisional cenderung memilih sebagian latar kainnya dibiarkan kosong tanpa diisi dengan ragam hias berbentuk tanahan atau rentesan.
- Tata warna Batik klasik tradisional dengan teknik “babaran”,menampilkan warna dasar merah atau hitam. Sedangkan motifnya berwarna merah, biru, kehitaman.


- Warna biru tua motif Megamendung tersebut menggambarkan awan gelap yang mengandung air hujan, pemberi penghidupan.
- Warna biru muda motif Megamendung melambangkan semakin cerahnya kehidupan.           ( Komarudin Kudiya).
 - Motif pada  kain batik  tersebut termasuk dalam kategori jenis babaran biron. karakter motifnya kebiruan  sebagai simbol penjaga kedamaian dan pelaku kebajikan (Taylor Hartman, 2004:117).






Tabel  2. Denotasi dan Konotasi Motif Batik Megamendung
(Nilai-Nilai Terkomodifikasi)


No

Teks Media Batik

Ciri Denotasi

Interpretasi Konotasi
1
 
- Gaun malam yang  dikenakan Qory tersebut didominasi dengan warna perak pada bagian dasar kain yang terbuat dari material bahan tenun lame.
-  Pada permukaan kainnya dihias dengan motif Megamendung yang di rangkai dari mote berwarna perak kebiruan, biru muda, dan biru tua yang jumlahnya kurang lebih 3 (tiga) kilogram yang diaplikasikan pada kain dengan teknik pengerjaan tangan.
 
- Warna biru tua motif Megamendung tersebut menggambarkan awan gelap yang mengandung air hujan, pemberi penghidupan.
- Warna biru muda motif Megamendung pada busana tersebut
melambangkan semakin cerahnya kehidupan. Pada motif ini dapat dilihat baik dalam bentuk maupun warnanya bergaya selera cina (Komarudin Kudiya).
- Motif pada  kain batik  tersebut termasuk dalam kategori jenis babaran biron. karakter motifnya kebiruan  sebagai simbol penjaga kedamaian dan pelaku kebajikan (Taylor Hartman, 2004:117).




No

  Teks Media Batik

Ciri Denotasi

Interpretasi Konotasi
2
 
- Gaun spring summer yang  dikenakan model tersebut didominasi dengan warna putih.
-  Pada bagian dasar kain yang pada permukaan kainnya dihias dengan motif Megamendung yang didominasi  kebiruan, biru muda, dan biru tua dengan posisi yang bebas ( vertikal dan horisontal).
- Warna biru tua motif Megamendung tersebut menggambarkan awan gelap yang mengandung air hujan, pemberi penghidupan.
- Warna biru muda motif Megamendung pada busana tersebut
melambangkan semakin cerahnya kehidupan. Pada motif ini dapat dilihat baik dalam bentuk maupun warnanya bergaya selera cina (Komarudin Kudiya).
- Motif pada  kain batik  tersebut termasuk dalam kategori jenis babaran biron. karakter motifnya kebiruan  sebagai simbol penjaga kedamaian dan pelaku kebajikan (Taylor Hartman, 2004:117).






No

Teks Media Batik

Ciri Denotasi

Interpretasi Konotasi
3a













3b
 
- Gaun Resort Collection yang  dikenakan model tersebut didominasi dengan latar warna hijau   pada bagian dasar kain yang pada permukaan kainnya dihias dengan motif Megamendung yang didominasi  merah.

- Gaun Resort Collection yang  dikenakan model tersebut didominasi dengan biru tua pada bagian dasar kain yang pada permukaan kainnya dihias dengan motif tunggal Megamendung dengan pewarnaan bloking perpaduan ungu, biru muda kehijauan dan putih.
Warna merah pada motif Megamendung tersebut termasuk dalam kategori jenis babaran abang. Karakter merah menggambarkan simbol pengguna kekuasaan (Taylor Hartman, 2004: 67).



- Motif pada  kain batik  tersebut termasuk dalam kategori jenis babaran biron. karakter motifnya didominasi kebiruan  sebagai simbol penjaga kedamaian dan pelaku kebajikan (Taylor Hartman, 2004: 117).






Dari analisis diatas maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut,
Denotasi dan Konotasi Motif Batik Megamendung (Nilai-Nilai Tradisi) :
- Denotasi : Motif tradisional Megamendung masih mengapilkasikan batik tulis. Bentuk dan warna motif ini mencirikan ada percampuran/pengaruh budaya  China sebagai karya ekspresi komunal kedaerahan yang terwujud dalam karya visual (artefak) budaya Cirebon.
- Konotasi : Motif Megamendung sebagai identitas karya lokal (Local Genius) daerah Cirebon yang melambangkan pembawa hujan yang di nanti-nantikan sebagai pembawa kesuburan, dan pemberi kehidupan, dominasi warna biru tua menggambarkan awan gelap yang mengandung air hujan, pemberi penghidupan, sedangkan warna biru muda melambangkan semakin cerahnya kehidupan dan warnar merah menggambarkan simbol pengguna kekuasaan (Kesultanan Keraton Cirebon).
Denotasi dan Konotasi Motif Batik Megamendung (Sudah Terkomodifikasi):
- Denotasi : Pewarnaan motif Megamendung lebih beraneka warna dan menggunakan unsur-unsur warna yang lebih terang dan cerah, serta memiliki bentuk ragam hias yang tidak mengapilkasikan teknik batik tulis.
- Konotasi : Motif Megamendung sebagai identitas karya lokal (Local Genius) daerah Cirebon yang melambangkan pembawa hujan yang di nanti-nantikan sebagai pembawa kesuburan, dan pemberi kehidupan, dominasi warna biru tua menggambarkan awan gelap yang mengandung air hujan, pemberi penghidupan, sedangkan warna biru muda melambangkan semakin cerahnya kehidupan dan warna merah menggambarkan simbol pengguna kekuasaan (Kesultanan Keraton Cirebon).
Mitos  Pada Motif Motif Batik Megamendung
Tahap Mitos yaitu tatanan ketiga dalam peta mitos Roland barthes, yaitu merupakan denotasi dari tatanan kedua. Dari uraian denotasi dan konotasi diatas dapat dilihat dalam tabel Mitos berikut:
Tabel 3.  Tabel Mitos Roland Barthes Batik Motif  Megamendung
(Nilai-Nilai Tradisi) 

1.Signifier (Penanda)

Motif Megamendung dengan teknik batik tulis  bentuk awan – awanan tata warna babaran tradisional.
2.Signified (Petanda)

 Motif Megamendung sebagai Identitas batik  karya lokal (Local Genius) daerah Cirebon

3.Denotatif Sign (Tanda Denotatif)

 - Pemandangan alam berupa stylasi bentuk Awan.
 - Awan sebagai gejala alam yang  digambarkan 
   menggumpal, bergulung-gulung, atau berlapis  
   dengan perwujudan sesuai aslinya.


   lapis. 

I. Connotative Signifier (Penanda Konotatif)
- Bentuk awan merupakan simbol dunia luas, bebas,
   dan transenden.
- Pembawa hujan yang di nanti-natikan sebagai
   pembawa kesuburan, dan pemberi kehidupan.

II.  Connotative  Signified ( Petanda konotatif)

- Menunjukan status sosial, anggun, wibawa dan sebagai simbol filosofi keraton kesultana Cirebon sebagai Identitas local genius ( budaya lokal).
III.  Connotative Sign (Tanda Konotatif)

Motif  Megamendung adalah Identitas local genius budaya Cirebon yang mewakili  Indonesia sebagai bentuk perwujudan nasionalisme melalui media busana batik.





Tabel 4.  Tabel Mitos Roland Barthes Batik Motif  Megamendung
(Sudah Terkomodifikasi)


1.Signifier (Penanda)

Motif Megamendung dengan teknik kontemporer (cetak dll), bentuk awan – awanan dengan tata warna yang bebas dan modern.
2.Signified (Petanda)

 Motif Megamendung sebagai Identitas batik  karya lokal (Local Genius) daerah Cirebon

3.Denotatif  Sign (Tanda Denotatif)
 - Pemandangan alam berupa stylasi bentuk Awan.
 - Awan sebagai gejala alam yang  digambarkan 
   menggumpal, bergulung-gulung, atau berlapis  
   dengan perwujudan sudah terstylasi dengan bentuk-
   bentuk kontemporer.

I. Connotative Signifier (Penanda Konotatif)

- Bentuk awan merupakan simbol dunia luas, bebas,
   dan transenden.
- Pembawa hujan yang di nanti-natikan sebagai
   pembawa kesuburan, dan pemberi kehidupan.

II.  Connotative  Signified ( Petanda konotatif)

-  Menunjukan status sosial, anggun, wibawa dan sebagai simbol filosofi keraton kesultana Cirebon sebagai Identitas local genius ( budaya lokal).
III.  Connotative Sign (Tanda Konotatif)

Motif Megamendung adalah Identitas local genius budaya Cirebon yang mewakili  Indonesia sebagai bentuk perwujudan nasionalisme melalui media busana batik.


Berdasarkan tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa mitos yang dihasilkan oleh motif batik Megamendung klasik Tradisional maupun yang sudah terkomodifikasi adalah menunjukan status sosial, anggun, wibawa dan ragam hias tersebut melambangkan simbol filosofi keraton kesultana Cirebon sebagai Identitas local genius budaya Indonesia yang merupakan bentuk perwujudan nasionalisme. 
Pada tatanan ini mitos tersebut merupakan denotasi tatanan kedua, dan konotasinya adalah ideologi. Dalam motif batik Megamendung, ideologi atau konotasi dari mitos merupakan bentuk rasa nasionalisme sebagai  wujud ketahanan budaya identitas karya lokal (Local Genius) daerah Cirebon. Dan batik motif Megamendung merupakan kekayaan budaya nasional  yang harus dipertahankan, sebagai bagian dari rasa nasionalisme.
Kapitalisme dalam motif batik Megamendung terlihat dari pemakaian kain batik yang semula dipandang sebagai salah satu unsur busana tradisional dengan teknik batik tulisnya (sebagai salah satu sarana kegiatan ritual, seremonial, dan merupakan simbol status sosial), kini setelah terkomodifikasi bergeser hingga difungsikan menjadi komoditas untuk berbagai pemenuhan kebutuhan pasar tanpa memperhatikan fungsi didalamnya dengan masuknya peran modal (industri) dengan tujuan mengeruk keuntungan/laba.
Jadi terdapat dua asumsi pandangan ideologi, yaitu: Nasionalisme dan Kapitalisme.
Di bawah ini adalah skema temuan penelitian pembahasan mitos nilai-nilai budaya tradisional dan nilai terkomodifikasi pada motif batik Megamendung:
Diagram 1.1. Skema Temuan Penelitian
 










PENUTUP

Hasil analisis motif batik Megamendung ini  menunjukkan bahwa :
- Makna denotasi motif batik Megamendung ( nilai-nilai tradisi) masih mengapilkasikan batik tulis, bentuk dan tata warna motif ini mencirikan ada percampuran/pengaruh budaya  China sebagai karya ekspresi komunal kedaerahan yang terwujud dalam karya visual (artefak) budaya Cirebon.
- Makna denotasi motif batik Megamendung ( sudah terkomodifikasi) sudah mengalami perubahan warna dengan menggunakan unsur-unsur warna yang lebih terang dan cerah, serta memiliki bentuk ragam hias yang tidak mengapilkasikan teknik batik tulis.
- Makna Konotasi motif batik Megamendung ( nilai-nilai tradisi) dan motif batik Megamendung ( sudah terkomodifikasi) mempunyai kesamaan makna yaitu sebagai identitas karya lokal (Local Genius) daerah Cirebon yang melambangkan pembawa hujan yang di nanti-nantikan sebagai pembawa kesuburan, dan pemberi kehidupan, dominasi warna biru tua menggambarkan awan gelap yang mengandung air hujan, pemberi penghidupan, sedangkan warna biru muda melambangkan semakin cerahnya kehidupan dan warna merah menggambarkan simbol pengguna kekuasaan (Kesultanan Keraton Cirebon).
- Mitos yang tercipta dari motif batik Megamendung ( nilai-nilai tradisi) dan motif batik Megamendung ( sudah terkomodifikasi) merupakan praktek budaya yaitu bahwa batik motif Megamendung adalah Identitas local genius budaya Indonesia yang merupakan bentuk perwujudan rasa nasionalisme melalui media batik. 
Batik motif Megamendung pada awalnya adalah sebuah identitas budaya lokal dengan segala sistem nilai tradisinya, kini batik motif Megamendung menjadi entitas budaya  populer yang  melakukan penyesuaian terhadap industri budaya dan tunduk pada mekanisme pasar..
Pemakaian kain batik yang semula dipandang sebagai salah satu unsur busana tradisional dengan teknik batik tulisnya (sebagai salah satu sarana kegiatan ritual, seremonial, dan merupakan simbol status sosial), kini setelah terkomodifikasi bergeser hingga difungsikan menjadi komoditas untuk berbagai pemenuhan kebutuhan pasar tanpa memperhatikan fungsi didalamnya dengan masuknya peran modal (industri) dengan tujuan mengeruk keuntungan/laba, hal itu merupakan suatu cara kapitalisme dalam mencapai tujuannya yaitu mengakumulasi kapital dan nilai melalui transformasi dari pengguna nilai-nilai budaya kedalam nilai  tukar. Jadi terdapat dua asumsi pandangan ideologi, yaitu: Nasionalisme dan Kapitalisme.









DAFTAR  PUSTAKA

-          Bernard, Malcolm.(1996). Fashion Sebagai Komunikasi.Jalasutra. Yogyakarta.
-          Casta, Taruna.(2008). Baatik Cirebon- Sebuah Pengantar Apresiasi, Motif dan Makna Simboliknya. Bakombudpar. Cirebon.
-          Hoed, Benny.(2011). Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Komunitas Bambu. Jakarta.
-          Hamzah, Pangeran Raja Moch.(2011). Sejarah Berdirinya Kesultanan Kanoman Cirebon. Cirebon Media.Cirebon.
-          Dofa , Anesia Aryunda.(1996).  Batik  Indonesia. PT.  Golden Terayon Press. Jakarta .
-          Kudiya,   Komarudin.(2011).   Batik – Eksistensi Untuk Tradisi. ITB Press. Bandung.
-          Maleong, Lexy J.(2008). Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosda Karya. Bandung.
-          Poerwandari, E. Kristi.(1998). Metode Penelitian Sosial. Universitas Terbuka. Jakarta.
-          Ph.  D,  Pawito. (2007).  Penelitian  Komuniasi  Kualitatif. LK iS Yogya karta. Yogya karta.
-          Sobur, Alex . (2002). Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Remaja Rosdakarya. Bandung.
-          http://puteri-indonesia.com/2014/qory-menuju-grand-final-miss-universe-2010.html (Diakses pada Tanggal 10 Juni 2014 )